Perjalanan Cinta: Ketemu Gadis Sesama Rekan Kerja

Perjalanan Cinta: Ketemu Gadis Sesama Rekan Kerja

Perjalanan Cinta: Ketemu Gadis Sesama Rekan Kerja

Label: Kisah Cinta, Catatan Harian, Percintaan Kantor, Cerita Nyata

Aku tidak pernah menyangka bahwa tempat kerja yang dulu kupikir hanya sekadar tempat mencari nafkah, bisa menjadi saksi perjalanan cinta yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ini adalah kisahku—seorang pria biasa, yang bertemu gadis luar biasa di sela-sela rutinitas kerja yang melelahkan.

Pertemuan Pertama yang Biasa Saja

Namanya Ayu. Aku pertama kali melihatnya di ruang pantry, sedang menuang kopi sambil sesekali menatap layar ponselnya. Penampilannya sederhana: blouse putih, celana kain hitam, dan sepatu flat. Tidak terlalu mencolok, tidak juga berlebihan. Tapi ada sesuatu dari caranya tersenyum yang membuatku merasa nyaman.

Awalnya, kami hanyalah dua orang asing yang bekerja di perusahaan yang sama. Berpapasan saat pagi hari, sesekali bertukar senyum, kadang menyapa seadanya. Aku di bagian pemasaran, dia di divisi keuangan. Tak ada alasan kuat untuk saling berbicara panjang, sampai akhirnya proyek gabungan mempertemukan kami.

Mulai Berinteraksi: Dari Formal ke Akrab

Kami ditugaskan menjadi bagian dari tim khusus untuk menggarap presentasi ke klien besar. Aku yang menangani sisi promosi digital, Ayu menangani bagian alur keuangan dan laporan investasi. Awalnya, komunikasi kami kaku. Semua serba formal. Tapi lambat laun, ada tawa yang muncul di sela-sela rapat, ada candaan kecil saat kerja lembur.

Aku mulai mengenal sisi lain dari Ayu. Ia tidak hanya pintar dan rapi, tapi juga humoris dan perhatian. Kadang ia membawakan kopi tanpa diminta. Kadang ia mengingatkanku untuk makan siang. Hal-hal kecil yang perlahan-lahan menjadi besar dalam hatiku.

Momen Tak Terlupakan: Hujan dan Payung

Salah satu momen yang tak akan pernah kulupa adalah saat kami sama-sama pulang larut malam karena revisi dokumen presentasi. Di luar hujan deras. Aku tidak membawa payung. Tiba-tiba, Ayu datang dari belakang dan berkata, “Bareng aja, aku bawa payung kok.”

Kami berjalan berdampingan di bawah payung kecil itu. Hujan turun deras, tapi di hatiku justru hangat. Sepanjang perjalanan menuju halte, kami tidak banyak bicara, tapi sunyi itu tidak canggung—justru terasa nyaman.

Dari Teman Jadi Spesial

Sejak malam itu, aku merasa hubungan kami tidak lagi biasa. Kami mulai saling kirim pesan di luar jam kerja. Kadang pagi-pagi aku mengiriminya gambar sarapan, dia membalas dengan meme lucu. Kadang aku pura-pura butuh bantuan file, padahal hanya ingin berbincang lebih lama.

Aku tahu perasaanku mulai berubah. Tapi aku ragu. Apakah ia juga merasakan hal yang sama? Ataukah aku hanya salah paham terhadap kebaikannya? Dunia kerja penuh dengan batas, dan aku takut melangkah terlalu jauh.

Pengakuan di Hari Ulang Tahun

Tanggal 12 Mei, hari ulang tahunnya. Aku memberanikan diri membelikan hadiah kecil: buku puisi dan secangkir kopi favoritnya. Aku menunggu sampai sore, baru memberikan hadiah itu di ruang meeting kosong.

“Ini buat kamu. Selamat ulang tahun. Semoga selalu bahagia.” Ia tersenyum. “Terima kasih, ini buku yang aku suka.” Lalu tanpa banyak pikir, aku berkata, “Ayu… boleh aku jujur?” Dia menatapku. “Boleh.” “Aku suka kamu. Nggak tahu sejak kapan, tapi… aku pengen kita lebih dari sekadar rekan kerja.”

Sunyi. Detik demi detik terasa seperti jam. Lalu ia tersenyum kecil. “Aku juga merasakannya. Tapi aku juga takut hubungan ini merusak kerjaan kita.” “Aku janji nggak akan seperti itu. Aku cuma ingin lebih mengenal kamu, bukan sekadar lewat email atau laporan.”

Malam itu, kami pulang bersama lagi. Masih di bawah payung yang sama. Tapi kali ini, hati kami lebih dekat.

Menjalani Hubungan Diam-diam

Kami sepakat untuk tidak langsung mengumumkan hubungan kami ke rekan kantor. Bukan karena malu, tapi karena ingin menjaga profesionalitas. Kami tetap bersikap biasa di kantor, tapi di luar kami menikmati makan malam bersama, menonton film, dan berbagi cerita.

Kami saling mendukung dalam pekerjaan masing-masing. Ketika aku gagal menutup proyek, Ayu menghiburku. Ketika Ayu ditekan atasan soal laporan, aku yang menguatkannya. Kami bukan hanya pasangan, tapi juga tim yang saling menguatkan.

Tantangan yang Tidak Mudah

Tapi tentu saja, tidak semua berjalan mulus. Ada kalanya kami bertengkar karena perbedaan pendapat soal pekerjaan. Ada juga gosip kantor yang mulai mencium kedekatan kami. Tekanan itu cukup berat, sampai akhirnya kami memutuskan untuk bicara pada HR.

Kami menjelaskan hubungan kami secara terbuka dan meminta saran. Untungnya, kantor kami cukup terbuka dan modern. Selama tidak mengganggu profesionalitas, mereka membebaskan kami menjalani hubungan pribadi.

Kejutan di Hari Spesial

Setahun berlalu. Tepat di hari jadi kami, aku mengajak Ayu makan malam di tempat pertama kali kami bertemu untuk meeting. Setelah makan malam, aku mengeluarkan kotak kecil dari sakuku. “Ayu, selama ini kamu bukan cuma pacar. Kamu juga sahabat, tempat pulang, dan motivasi buatku. Maukah kamu menikah denganku?”

Ayu meneteskan air mata. “Iya, aku mau.”

Penutup: Cinta yang Tumbuh dari Kesederhanaan

Kisah ini bukan tentang cinta yang mewah, bukan juga tentang drama penuh intrik. Tapi tentang dua orang biasa, yang saling menemukan di tengah kesibukan kerja. Tentang bagaimana cinta bisa tumbuh dari hal sederhana: secangkir kopi, tawa di sela deadline, dan hujan yang menyatukan dua hati di bawah satu payung.

Dan hingga hari ini, aku masih mengingat dengan jelas saat pertama kali melihatnya di pantry — siapa sangka, itulah awal dari perjalanan cinta: ketemu gadis sesama rekan kerja yang mengubah hidupku selamanya.


Ditulis dengan penuh kenangan, oleh seseorang yang percaya bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang tak terduga.